Tanggal 12 Mei 2017 album Paramore ke lima After Laughter" dirilis ke youtube. Mendengarkan lagu-lagu itu dan membaca liriknya membuatku melihat ke hati yang lebih dalam lagi. Aku bukan orang yang positif, aku bukan orang yang biasa berkata "semuanya akan baik-baik saja." Dan sayangnya aku menjadi orang seperti itu sudah cukup lama, mungkin sekitar SMP.
Yang lebih sedihnya lagi, ketika melihat hidupku kebelakang, sejak SD aku pernah berpikir untuk tidak melanjutkan hidup. Aku tak bisa mengingat apa alasannya untuk anak sekecil itu berpikir bahwa mungkin kematian adalah jalan yang lebih baik, tapi untukku yang berusia 20 tahun aku ingin berteriak pada anak itu bahwa masalah yang kau hadapi bukanlah masalah besar, kau akan menemukan masalah yang lebih besar ketika kau beranjak dewasa.
Kembali lagi ke Paramore, pertama kali mendengar lagu mereka adalah sekitar tahun 2013-an. Aku dikenalkan pada Paramore oleh teman sekelas, dan aku suka musik mereka. Lirik mereka adalah hal yang paling aku sukai, mungkin karena Hayley seorang perempuan juga, jadi aku lebih bisa merasakan apa yang terjadi pada hidupnya.
Pertama kali mendengar lagu Hard Times rasanya aneh, bukan musik yang biasa aku dengar, lalu beralih ke Told You So, dan aku suka lagu itu hahaha, Lagu favoritku dai album ini adalah No Friend. Menurutku ini menceritakan tentang bagaimana rasanya menjadi seorang public figure, yang banyak diidolakan oleh banyak orang, dan mereka merasa terbebani oleh pandangan orang terhadap mereka.
Aku bukan seorang public figure, tapi aku rasa semua orang merasa terbebani oleh ekspektasi dari lingkungan, kita diharuskan menjadi seorang yang sukses, seorang yang sopan, seorang yang sempurna. Dan aku sadar bahwa itulah standar sebagai seorang manusia, selalu ada batasan-batasan untuk apapun yang aku lakukan, tetapi belakangan ini aku sudah lelah. Lelah menjadi seseorang yang harus sempurna, seseorang yang tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Aku sebenarnya tidak yakin siapa sebenarnya yang membebankan standar ini, apakah lingkungan, keluarga, atau bahkan diri sendiri. Tapi kenyataannya dimana pun kita berada, selalu ada standar yang harus kita penuhi.
Jujur, belakangan ini aku merasa seperti bukan apa-apa. Aku berpikir mungkin akan lebih baik jika aku mati, mungkin semuanya akan lebih mudah. Bagian diriku berkata mungkin ini karena hatiku jauh dari Tuhan, bagian diriku yang lain berkata ini karena Tuhan menciptakan manusia dengan segala permasalahannya, bagian diriku yang lain merasa aku bodoh karena memilih menjadi manusia. Otakku terus saja berbisik-bisik sehingga membuatku tak bisa tidur, ada kalanya aku ingin menghancurkan kepalaku dengan membenturkannya ke dinding tapi tak kulakukan karena itu tak akan membuatku mati.
Pertemanan, keluarga, pendidikan, aku lelah harus memenuhi standar itu. Aku tidak ingin lagi mencoba apapun, melihat diriku yang dulu aku bertanya-tanya apa yang ingin ia capai, tapi tak ada jawaban. Dulu aku merasa memiliki mimpi dan harapan, tapi aku tak bisa merasakannya lagi karena mimpi dan harapanku selalu dihancurkan. Aku ingat ingin menjadi guru, tetapi masuk sekolah akuntansi. Dan saat ini aku memang kuliah di jurusan pendidikan, tetapi mimpi itu sudah hancur lama sekali, hingga saat aku tinggal selangkah lagi dalam mencapai mimpiku itu, tak ada lagi perasaan yang tersisa. Aku sudah menyerah, kalau aku tak mencoba aku tak akan gagal dan jika aku tak gagal, aku tak akan menyakiti hatiku lagi.
Hidup adalah hal yang sulit, dan mungkin orang lain memiliki masalah yang lebih besar dariku. Tetapi ini bukanlah hal mudah bagiku, aku tak memiliki pegangan apapun, aku tak punya alasan untuk hidup, aku tak memiliki keinginan atau harapan apapun yang ingin aku capai. Aku ingin mati, lebih cepat lebih baik. Aku sudah lelah berlari dari apa yang harus aku capai. Aku lelah berlari dari masalah, jadi kupikir akan lebih baik untuk menghilangkan eksistensiku.
Aku harap tulisan ini adalah hanya candaan semata, tapi sayangnya tidak. Ketika ku memberikan sinyal pada orang-orang yang kupikir peduli denganku saat itulah ku berpikir mungkin tak ada salahnya jika aku mati saja toh tak ada yang peduli. Mungkin kehadiranku hanya menjadi beban saja, dan lebih baik jika aku pergi.Tapi sayangnya malaikat pencabut nyawa tak mengerti perasaan manusia, dan hanya menjalankan perintah Tuhan. Sampai kapanpun aku berteriak padanya untuk datang, dia tak akan datang sampai Tuannya memerintah.Dan aku tak punya keberanian untuk menghentikan hidupku sendiri, karena aku takut akan sakit dan wajah yang akan aku tunjukkan saat aku mati.
Kalau saja di tempatku ada danau yang dalam atau lautan, mungkin kematian akan lebih dekat denganku.